“Orang
boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di
dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” –Pramoedya
Ananta Toer-
.
.
.
Secara sederhana, bagiku menulis adalah cara mengekalkan
kisah untuk diri sendiri. Terlalu banyak kisah yang terkadang perlu diingat,
baik kisah yang masih bertautan atau bahkan saling lepas. Keterbatasan otak
manusia dalam mengambil alih kode pada cerebral
cortex membuatnya seringkali mudah melupakan kisah tersebut. Maka bagiku,
menulislah sebagai media untuk mengingatkan kisah-kisah lalu.
Bicara perihal kisah lalu, memutar ingatanku tentang awal
memulai menulis. Era putih merah merupakan titik pangkal dimulainya kisah-kisah
yang kutuliskan lewat pena dan berlembar-lembar kertas. Seiring berjalannya
waktu, pada dunia perkuliahan kebiasaan menulis ini berevolusi membutuhkan
tombol keyboard dan monitor. Isi
kisah yang kutuliskan juga bermetafora, dari yang hanya tentang diriku dan
orang lain sekedarnya, belakangan mulai memperhatikan peran penting orang lain
dikisahku.
Saat ini, bagiku definisi menulis malah menjadi lebih
kompleks. Menulis berarti menciptakan suatu sumber informasi yang dapat
diterima dan dikelola lebih lanjut oleh orang lain. Menulis tidak hanya untuk
memuaskan kegemaran, akan tetapi harus menghasilkan kebermanfaatan. Dengan kata
lain, menulis tidak lagi hanya diperuntukkan untuk diri sendiri namun juga bagi
orang lain.
Menulis yang ditujukan untuk orang lain, bisa
diistilahkan sebagai sekresi ilmu. Sekresi berarti proses pengeluaran substansi
kimia yang masih dibutuhkan tubuh, sedangkan ilmu adalah gagasan, pikiran,
maupun pengetahuan. Istilah ‘sekresi ilmu’ artinya proses pengeluaran
pengetahuan, yang tentu saja masih dibutuhkan tubuh namun memberikan manfaat
bagi orang lain. Oleh karena itu, menulis tentu menjadi media sekresi ilmu
terefektif, dengan membagikan tulisan baik melalui media sosial, media cetak,
atau bahkan dibukukan, bayangkan seberapa banyak manusia yang menemukan
informasi dari tulisan kita persatuan detik?
Menulis baik itu secara definif sederhana maupun
kompleks, bagiku haruslah layak dibaca bagi diri sendiri dan orang lain. Terlepas
dari menyenangkan atau menyedihkan perlu lulus sensor kelayakan bisa dikisahkan
atau diinformasikan di masa yang akan datang. Maka, kembali ke kutipan tokoh di
awal, menulis ternyata memang tidak hanya melestarikan kisah bagi diri sendiri,
tetapi memungkinkan mengukir diri di peradaban, bukan begitu???
-
Jemari's
*A/N: Yep, ini sebenarnya hasil tulisan untuk ikut recruitment Forum Lingkar Pena Prabumulih, dibanding hanya tersimpan rapi sebagai draft, coba dibagikan saja, siapa tahu ada manfaatnya hehe. Siapa tahu ada yang mau baca. Ya, siapa yang tahu...
Anw, gini banget ya rasanya jadi jobseeker. Yang dipinginin masih belum dapet nih, kurang kuat shalawatannya hehe. Mohon do'anya teman-teman sekalian, semoga keinginan selalu dekat dengan keluarga terkabul, aamiin :)))
Komentar
Posting Komentar