Langsung ke konten utama

Melupa

Kau tahu artinya melupa bukan? berusaha meninggalkan dan berarti juga menggantikan. Membuang segala hal yang terkait dan melepasnya untuk ditinggalkan, tanpa melihat kembali…yang tertinggal, terlukakah?

Saat kau melangkah bahagia, kau tidak tahu mungkin ada yang tertatih. Sendiri. Tepat di belakangmu. Kau meninggalkan dia yang bahkan sedang bertanya-tanya, ”apa salahku?”, mungkin ada rasa ingin mengejarmu, memintamu kembali dan menunggu…tapi apa daya saat kamu malah berlari, bahkan sekedar bertanya “ada apa kamu?” anginpun tak sempat menyampaikan. Kau berlalu, membawa kisah yang tak sempat menjadi pelangi, meninggalkan dia yang mungkin sedang meratap bersama hujan. Sendiri, lagi-lagi. Terpikirkah olehmu bagaimana perasaannya? bahagiakah kau melupa?

Kau tahu betapa bahagianya menggantikan suatu hal yang kuno menjadi “kekinian”? menyenangkan, tentu saja. Menyingkirkan hal yang menurutmu membosankan, dengan sesuatu yang lebih menarik. Lalu apa kabar yang tersingkirkan, tersakitikah? ingatkah kau saat dulu, dia sempat bersamamu? kau harusnya tahu, ada yang disebut kenangan yang tak sengaja kau buat. Kenangan yang masih dia kenang-kenang, bersemayam memenuhi hatinya, dan sulit untuk tak terpikir lagi olehnya. Kamu terus berlari, menjauh…tapi salahnya ada jejak disini, sulit dihapus dan malah mengajaknya untuk mengikuti jejak itu, membiarkannya tersesat untuk menujumu. Lalu kenapa kau harus melupa?

Kau pernah mengizinkannya menjadi bagian kisahmu, mengajaknya menembus awan, bermain bersama mentari, kau petikkan bintang, dan kau janjikan pelangi…lalu kenapa sekarang kau malah ingin melupa? bahkan tega menyalahkannya yang sulit melupa? kau tentu tahu, itu tidak mudah. Maka kukatakan, seharusnya kau tidak melupa. Kau tidak harus melupa. kau bebas bersama yang lainnya, bermainlah, memetiklah, dan janjikanlah sesukamu, tanpa melupakan dan menggantinya. Dia punya warna tersendiri di pelangi yang kau janjikan, haruskah dia hilang? bukankah masih banyak warna tersisa di pelangimu, dan biarkan ada satu, dia disana. Dia yang terlanjur ada dikisahmu, dan dia yang hanya akan sedikit mewarnai kisahmu, begitu saja. Tidak lebih. Sungguh.
Jadi, kenapa kau tetap ingin melupa?
.
.
.

Maka jangan salahkan dia, saat sewaktu-waktu dia menemui celah untuk melupa? dia mampu melupa dan kau tiba-tiba malah ingat…mengingat kenapa dulu kau melupa? mengingat-ingat hal yang kau sebut kenangan, sungguh. Sudahkah ini terlambat? 


Jemari's

*Note : Aku menulis bukan karena ada yang baca, ini pure hobby. Tapi kalaupun ada yang baca, thank you so much. Actually, you must know I'm amateur...but lets enjoy read, I really need your criticism and comment. Anyway, me love yaa reader <3

Komentar